Mukti-smansa Weblog

english is fun

Mathabah Foundation Home Page - Shaykh Yusuf Badat

IslamicPoem - Islamic Poems - IslamicPoem - Islamic Poems - Islamic Poetry

Future Islam → The Future For Islam

01 Maret 2009

Cukup 7 Cara agar Bahagia (ala Arvan Pardiansyah)

Ya, tadi sore, 1 Maret 2009 di Pameran Buku Islam (Islamic Book Fair) Senayan aku membawa rasa kantukku untuk menghadiri acara bincang-bincang soal buku terbaru Mas Arvan Pardiansyah: The 7 Laws of Happiness (terbitan Mizan). Itu soal 7 cara menghadirkan kebahagiaan dalam keseharian kita.

Bukan soal bilangan 7 itu yang dipentingkan Arvan meski ini ada "riwayat" atau "otak-atik-gathuk/pas"-nya. Kan memang ada 7 hari dalam seminggu dll. Bisa jadi juga ada pengaruh dari buku The 7 Habits... dari Steven Covey. Tapi, sesungguhnya tips soal kebahagiaan ini diinspirasi dari doa sapu jagat "rabbana atina fiddunya khasanah wafil akhirati khasanah wakina adzabannar". Lagipula, kalau Covey itu kan bicara soal kesuksesan yang kuncinya terletak pada perbuatan. Adapun kebahagiaan memiliki kunci pada otak.

Misalnya kalau orang harus buru2 sampai kantor dengan menghindari kemacetan di jalan, ya tinggal berbuatlah sesuai dengan kehendak dan kebutuhan kita, apa pun caranya yang penting sampai tanpa telat. Tapi, meski bisa tercapai demikian alias sukses, belum tentu dia bahagia karena kebahagiaan ditentukan oleh pikiran kita. Bisa jadi tadi di jalan kita sempat ngomel2 atau diomeli orang lantaran gak sabaran mo cepet sampai. Kita pun bisa ikut jadi bete. Itu berarti gak bahagia. Beda dengan orang yang mampu mengatur pikirannya untuk tetap tenang, sabar. Meski mungkin gak sampai ke kantor tepat waktu, dia tetap bisa bahagia.

Secara garis besar, 7 cara itu rumusnya = 3+3+1. Untuk bahagia, penentunya ada 3 faktor dari diri sendiri, 3 dari orang lain, 1 bermuara pada Tuhan, pasrah atau yang menjadi pilihan Arvan: berserah diri kepada-Nya. Tiga (3) penentu bahagia dari diri: sabar, syukur, sederhana (simplicity). Tiga (3) dari orang lain: cinta (love), memberi (giving), memaafkan (forgiving). Dari ketujuh itu, kalau mau diambil satu yang utama adalah sabar.

Arvan bilang, sebagai jawaban atas seorang penanya, kesabaran memang ada batasnya. Tapi, setiap kali kita dapat meningkatkan batas kesabaran kita atau gampangnya tiap hari kita memperkukuh kesabaran itu. Motonya: hari ini mesti lebih sabar dari hari kemarin. Yang lain-lain juga gitu: makin cinta, makin bisa merumuskan kesederhanaan dari banyak hal dalam hidup alias berpijak pada hakikatnya saja (bukan pada gincu-gincunya), makin bisa memberi, memaafkan diri dan sesama. Lalu, semua itu mesti berakhir pada muara keberserahdirian kepada Tuhan yang makin hari mesti kita tingkatkan.

Khusus soal sabar yang menjadi bagian tertebal dalam bahasan bukunya, Arvan sempat memberi dua atau tiga batasan, tidak semua dia ungkap lantaran keterbatasan waktu. Pertama, sabar adalah kondisi kesesuaian antara fisik dan pikiran kita. Aku yang saat itu sedang dengerin paparan Arvan (secara fisik), bisa saja terganggu konsentrasi atau kesabarannya gara-gara pikiranku meloncat keluar lantaran baru teringat di tempat parkir tadi, kunci motorku masih tergantung di setang. Pastilah jika kehadiran fisik kita tanpa diikuti kehadiran pikiran kita, gelisahlah kita.

Kedua, sabar adalah adanya jarak yang memisahkan antara rangsangan atau pemicu (misalnya) kemarahan dengan respons atau reaksi kita. Bila marah, jangan buru-buru ingin nabok si pemicu. Tundalah, tahan dulu, beri kesempatan kepada pikiran kita untuk menyaring apa sebenarnya yang terjadi. Insya Allah bakal lebih baik jadinya daripada langsung membalas kemarahan. Yang ketiga, wah aku lupa, mungkin cuma dua ding yang dia sebut. Kalau mau lengkap ya beli bukunya, baca. Aku juga belum baca dan belum punya kok.

Yang menarik, saat membuka ceramahnya, Arvan sempat mendedah data dan fakta bahwa di Indonesia saat ini per tahun ada 200.000 perceraian (maaf kalau salah, moga nggak) yang lalu kalau diperinci hingga hitungan detik, berarti ada sekian (2 ya, itung sendiri) perceraian. Pokoknya memiriskan deh. Tapi, uniknya, faktor ekonomi sebagai penyebab perceraian hanya 20%, sisanya yang 80% terdiri atas bermacam sebab. Ada selingkuh sekian persen, cemburu (beda ma selingkuh) sekian persen, dll. Pada intinya, kalau kita bisa sabar dan memberikan menu makanan bergizi bagi pikiran, insya Allah kita akan bahagia dan tak sampai harus bercerai. Ya, klo boleh nambahin contoh, Ahmad Dani ma Maya yang tajir aja masih bisa bercerai, jadi materi bukan faktor signifikan kan? Halah, ini mah tendensius, gara-gara diri sendiri masih kere.

Tapi, ya alhamdulillah (sebagai ungkapan rasa syukur, salah satu kunci kebahagiaan itu), biar kere gini, masih bisa mesra tuh ma bini. Huehehe.

Trus, tadi yang tak kalah penting, berilah menu bergizi buat pikiran kita. Kebetulan juga, Arvan nyebut-nyebut lagu "Teman tapi Mesra" (TTM) milik duo Ratu (ya si Maya itu kan penciptanya) sebagai menu yang buruk bagi otak kita. Makin bahaya lantaran hampir semua orang dari anak umur 5 tahun (termauk anak Arvan) dengan santai kerap menyanyikan lagu itu (dulu saat lagi jadi hits). Lantaran dah umum itu, kita jadi gak malu-malu nyanyiin itu. Gak sadar lantaran segera masuk alam bawah sadar sebagai stok "solusi TTM" yang bisa saja akan kita ambil saat kita berantem dengan pasangan. Jadinya ya selingkuh itu. Lalu, bercerai.

Arvan sempat menyebut lagu Sheila on7 "Kekasih Gelapku" sebagai contoh sejenis dengan TTM. Tapi, yang ini kadarnya agak kurang bahayanya lantaran kalau mau nyanyiin ini mesti tengok kanan kiri dulu, ada orang lain gak, khususnya pasangan kita. Bisa-bisa kita dituduh dah punya kekasih gelap beneran.

Selain lagu, Arvan nyebut juga iklan kondom yang jahat banget lantaran menawarkan ajaran "trisum": dua wanita lengket ma satu pria. Itu ya jelas-jelas ilegal, jenis selingkuhan juga. Lha wong gak dibilang pasangan poligamis kok. Lagian gak bakalan berani pula terang-terang ngiklanin poligami. Aa Gym aja kena sanksi sosial.

Intinya mah, hati-hati, berbijaklah memberi makanan buat pikiran dan batin kita. Jangan cuma makanan fisik aja yang diurus. Eh, jadi inget tulisan bagus dari Alfatri Adlin berjudul "Bergunjing sampai Mati" (maaf kalau gak persis). Itu tuh, ibu-ibu kalau dah kelar kerja fisik domestiknya jangan lantas asal refreshing dengan bergunjing ngomong ngalor-ngidul gak jelas. Mending baca buku, koran, tabloid, majalah, tapi yang isinya bagus ya, jangan yang gosip-gosipan juga, lalu didiskusikan dengan santai. Ngobrolin resep masakan, bikin usaha ini itu, pokoknya yang positiflah.

Udah-udah, wong Arvan aja gak bilang ampe gosip-gosipan itu kok. Aku sendiri gak sampe selesai ikut acaranya, mesti buru-buru balik kerja rodi. Maksudku, dah loyal, rajin, dan baik hati gini kok si bos masih pelit ngasih gaji dll yang bisa bikin para kuli sepertiku ini sejahtera. Apa daya, berhubung uang mepet, aku pun cuma bisa beli buku-buku yang diskonnya 50%-an sampai yang model 5.000-an atau 10.000 tiga. Kesian deh gue. *Berharap ada yang mo ngasih buku gratisan*

9 komentar:

  1. Bukunya dah beli pa belum?

    BalasHapus
  2. Oh ya, Blog saya sudah tersedia pilihan name/URL-nya.

    BalasHapus
  3. Belum bos, nanti klo dah ada rezeki. Makasih nih, dah berkunjung duluan.

    BalasHapus
  4. wah ada jg y d blogspot om :)

    BalasHapus
  5. Iya, buat iseng2 aja. Tapi jarang di-update. Yang di sini biasanya spontanan aja.

    BalasHapus
  6. thanks infonya menarik dan bermanfaat
    serta nemabah wawasan,menarik untuk di baca
    share terus info menrik lainnya

    BalasHapus
  7. banyak sekali info yang bagus di blog ini
    terimakasih

    BalasHapus
  8. setelah dibaca info nya sangat bagus
    terimakasih gan

    BalasHapus
  9. terimakasih info yang di share
    info nya sangat menarik

    BalasHapus