Mukti-smansa Weblog

english is fun

Mathabah Foundation Home Page - Shaykh Yusuf Badat

IslamicPoem - Islamic Poems - IslamicPoem - Islamic Poems - Islamic Poetry

Future Islam → The Future For Islam

20 Mei 2009

Iseng-iseng agar Wajah Kita jadi Kover Vogue

Waduh, baru tahu ada cara mudah biar wajah kita bisa jadi kover berbagai majalah beken luar negeri nih. Beberapa kali liat temen bisa bikin kreasi sejenis, tapi baru kali aku tahu ada situs yang menyediakan diri buat kita mewujudkan hal itu. Ini dia aku copy paste dari postingannya Mas Syaiful.



DESAIN GAMBAR ARTISTIK ONLINE PHOTOFUNIA DOT COM





gambar-syaiful


Ada beberapa kelebihan yang ditawarkan oleh http://www.photofunia.com yaitu :

1. Kreasi Foto dengan 3 Langkah yang sangat mudah

2. Tampilan yang simple dan pilihan kreasi Photo yang menarik

3. Teknologi Face Detection yang cukup akurat

Berikut ini beberapa contoh Photo hasil kreasi photofunia.com


gambar-syaiful1


gambar-syaiful-2


syaiful3



Photo Fonia.com Tapi yang perlu anda ingat adalah Photo yang ingin anda kreasikan adalah fhoto wajah tunggal, kalau pake foto banyak objeknya saya rasa hasilnya jelek untuk beberapa Efek.

langkah untuk membuat kreasi Fhoto adalah :

1. Masuk ke situs http://www.photofunia.com , kemudian pilih salah satu efek yang tersedia

2. kemudian anda akan diminta untuk mengirimkan file fhoto yang ingin di olah

3. jadi deh Tinggal anda save (simpan), jadikan avatar atau apapun. sekarang hasi kreasinya terserah anda saja

Semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi dan mengisi waktu anda untuk iseng-iseng

Selamat mencoba (iFUL)

05 Mei 2009

Pada Suatu Dini Hari

Sebenarnya aku tak ingin banyak berpikir. Aku ingin rileks. Namun, kebingungan datang juga, memaksa dahiku berkerenyit.

Aku jadi teringat pada sebuah keluarga. Sang suami karyawan swasta, seorang akuntan. Sang istri ibu rumah tangga dengan dua anak. Pada suatu hari Minggu, sang kepala rumah tangga ingin menikmati istirahat.

"Aku tidak mau memikirkan apa-apa hari ini. Aku ingin tidur-tiduran, enak-enakan, bermalas-malasan, mendengarkan jazz, dan melamun."

Sang istri pun memahami keinginan suaminya.

"Namanya juga hari Minggu. Santai-santailah, tidur-tidurlah, jangan pikirkan apa-apa. Kalau tidak, untuk apa ada hari Minggu?"

"Tapi kalau untuk Harry Roesli mendengarkan musik itu bekerja."

"Kamu bukan Harry Roesli."

"Yeah. Aku memang bukan Harry Roesli, aku cuma seorang pegawai."

Dan seterusnya, pada akhirnya mereka malah terlibat obrolan mengenai hidup meski tak banyak melontarkan kata-kata sebagaimana biasanya. Sang suami gagal untuk tidak berpikir.

Kedua anak mereka pun melihat orang tuanya sedikit berbicara pada hari itu.

"Tadi pagi kudengar Bapak bilang tidak ingin memikirkan apa-apa?"

"Ya, aku dengar itu, Ibu juga bilang sebaiknya Bapak tidak usah memikirkan apa-apa, bukankah ini hari Minggu?"

Mereka pun memperbincangkan bapak-ibu mereka hingga tahu-tahu Ibu sudah berada di depan mereka.

"Kalian kok belum mandi?"

"Hari Minggu! Untuk apa mandi?"

"Aturan siapa itu?"

"Bapak saja boleh tidak berpikir pada hari Minggu, kenapa tidak mandi saja tidak boleh?"

"Eh, coba Ibu tanya, mana yang lebih penting, mandi atau berpikir?"


Kedua anak itu berpandangan.

"Kalau tidak bisa jawab, mandilah kalian sekarang juga!"

***

Sementara itu, sampai sore, Bapak mereka belum juga mandi.

Lelaki itu memejamkan mata, mendengarkan suara angin, mendengarkan desis air sungai di depan rumah. Ia memandang dirinya sendiri dari sebuah galaksi lain....

Ia membuka mata. Cahaya matahari jatuh di atas selembar daun....

"Coba lihat," katanya tiba-tiba, "daun juga bisa indah."

"Kamu baru tahu sekarang kalau daun itu indah?"

"Yeah. Ternyata aku buta."

Istrinya tersenyum.

"Aku sudah lama tahu, kita bisa bahagia dengan hanya memandang selembar daun."

"Begitu?"

"Begitu."

***


Hari Minggu hampir berakhir ketika lelaki itu berkata kepada istrinya.

"Aku gagal untuk tidak berpikir," katanya.

"Kamu menyesal?"

"Tidak. Ternyata hanya hari Minggu aku bisa berpikir bebas. Itu pun kalau tidak membaca koran."

***


Hemmm, aku sendiri gagal menepiskan pemicu yang memancingku untuk terus saja berpikir pada dini hari ini. Beruntung, aku bisa melampiaskannya melalui ingatanku pada kisah tentang sebuah keluarga tadi, yang aku baca dan kukutip di sini dari cerpen Seno Gumira Adjidarma "Pada Suatu Hari Minggu" dari buku kumpulan cerpennya, Iblis Tak Pernah Mati (Penerbit Galang Press, Yogyakarta, Cet. 1 Mei 1999).